- Perjuangan Fisik
- Insiden Hotel Yamato (19 September 1945)
Terjadi di Surabaya, saat pemuda-pemuda Indonesia menurunkan bendera Belanda di Hotel Yamato dan menggantinya dengan Merah Putih. Insiden ini memicu pertempuran antara pemuda Indonesia dengan tentara Belanda dan sekutu. - Pertempuran Medan Area (9 Oktober 1945)
Terjadi di Medan, Sumatera Utara, akibat kedatangan pasukan Sekutu dan NICA Belanda. Rakyat Medan melakukan perlawanan sengit hingga memicu pertempuran besar. - Pertempuran Lima Hari di Semarang (15-19 Oktober 1945)
Terjadi antara rakyat Semarang melawan tentara Jepang yang masih bertahan di Indonesia. Perlawanan ini dipicu oleh pembunuhan dr. Kariadi yang sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. - Pertempuran Surabaya (10 November 1945)
Merupakan pertempuran besar antara rakyat Surabaya melawan tentara Inggris yang mendukung Belanda. Peristiwa ini diawali dengan ultimatum Inggris agar rakyat Surabaya menyerah, tetapi ditolak. Pertempuran ini menelan banyak korban jiwa dan diperingati sebagai Hari Pahlawan. - Pertempuran Ambarawa (20 November - 15 Desember 1945)
Dipimpin oleh Jenderal Soedirman, rakyat dan tentara Indonesia berjuang melawan pasukan Inggris yang menduduki Ambarawa. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Indonesia dan pasukan Inggris terpaksa mundur. - Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Rakyat Bandung membakar kota sebelum mundur ke selatan sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda. Peristiwa ini dilakukan untuk mencegah Belanda menggunakan Bandung sebagai basis militer. - Pertempuran Puputan Margarana (20 November 1946)
Terjadi di Bali, di mana I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya bertempur habis-habisan melawan pasukan Belanda. Semua pejuang gugur dalam pertempuran ini. - Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan ini dipimpin oleh Jenderal Soedirman dan berhasil merebut Yogyakarta dari tangan Belanda selama enam jam. Keberhasilan ini menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan dan pemerintahan yang sah. - Perjuangan Diplomasi Selain perjuangan fisik, Indonesia juga melakukan perjuangan diplomasi melalui berbagai perundingan, yaitu:
- Perundingan Linggarjati (15 November 1946)
Utusan Indonesia: Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan Dr. Leimena.
Utusan Belanda: Prof. Schermerhorn, Van Mook, dan Van Poll.
Hasil Perundingan:
- Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura.
- Belanda dan Indonesia akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat.
- Pembentukan Uni Indonesia-Belanda.
- Perundingan Renville (17 Januari 1948)
Utusan Indonesia: Amir Sjarifuddin, Ali Sastroamidjojo, dan Nasrun.
Utusan Belanda: Abdulkadir Widjojoatmodjo dan Dr. H.J. Van Mook.
Hasil Perundingan:
- Belanda hanya mengakui wilayah Republik Indonesia yang lebih kecil dibandingkan hasil Perundingan Linggarjati.
- Pasukan Indonesia harus meninggalkan daerah-daerah yang dikuasai Belanda.
- Perundingan Roem-Royen (7 Mei 1949)
Utusan Indonesia: Mohammad Roem, Ali Sastroamidjojo, dan Susanto Tirtoprodjo.
Utusan Belanda: Dr. Van Royen dan Herman van Roijen.
Hasil Perundingan:
- Belanda setuju menghentikan agresi militer dan menarik pasukan dari Yogyakarta.
- Pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
- Menuju Konferensi Meja Bundar (KMB).
- Konferensi Meja Bundar (23 Agustus - 2 November 1949)
Utusan Indonesia: Mohammad Hatta, Sultan Hamid II, Prof. Dr. Supomo, dan Dr. Leimena.
Utusan Belanda: Willem Drees, J.H. van Maarseveen, dan Herman van Roijen.
Hasil Perundingan:
- Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
- Dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Belanda masih menguasai Irian Barat dan akan dibahas lebih lanjut dalam waktu setahun.
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui perlawanan bersenjata, tetapi juga melalui jalur diplomasi. Perjuangan fisik menunjukkan keberanian rakyat Indonesia dalam melawan penjajah, sementara perjuangan diplomasi membuktikan bahwa Indonesia mampu bernegosiasi di kancah internasional demi mempertahankan kedaulatannya.