Perkebunan cengkih berkembang di berbagai wilayah di Indonesia. |
- Pengaruh Monopoli dalam Perdagangan Kalian perhatikan gambar perkebunan cengkeh di atas! Apakah masyarakat di sekitar tempat tinggalmu menanam tanaman tersebut? Tanaman di atas merupakan salah satu produk yang dimonopoli bangsa Barat saat menjajah Indonesia. Untuk memahami bagaimana akibat dari pelaksanaan monopoli, kerjakan aktivitas kelompok berikut ini.
- Pengaruh Kebijakan Kerja Paksa
- Pengaruh Sistem Sewa Tanah
- Pengaruh Sistem Tanam Paksa
- Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme
- Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang
- Sultan Baabullah Mengusir Portugis Konflik antara kerajaan di Indonesia dan persekutuan/kongsi dagang Barat terjadi sejak para kongsi dagang menunjukkan kecongkakannya. Sebagai contoh, Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore dan Portugis.
- Perlawanan Aceh Tahukan kalian bahwa selain di Ternate dan Tidore, perlawanan masyarakat Indonesia terhadap Portugis juga dilakukan oleh rakyat Aceh di Pulau Sumatra? Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Saat itu, Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit. Pada saat itu, wilayah Kerajaan Aceh telah sampai di Sumatra Timur dan Sumatra Barat. Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis, tetapi penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan. Meskipun demikian, Aceh masih tetap berdiri sebagai kerajaan yang merdeka.
- Ketangguhan “Ayam Jantan dari Timur” Kalian tentu tidak asing dengan nama Sultan Hasanuddin. Tokoh ini sangat ditakuti Belanda karena ketangguhannya melawan Belanda sehingga disebut sebagai “Ayam Jantan dari Timur”.
- Serangan Mataram terhadap VOC
- Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
- Perang Saparua di Ambon Kalian masih ingat kekuasaan Inggris yang menggantikan Belanda pada tahun 1811-1816? Peralihan kekuasaan tersebut menyadarkan rakyat bahwa Belanda bukanlah kekuatan yang paling hebat. Ketika Belanda kembali berkuasa di Indonesia tahun 1817, rakyat Ambon mengadakan perlawanan, di bawah pimpinan Thomas Matulesi (Pattimura).
- Perang Paderi di Sumatra Barat (1821-1838)
- Perang Diponegoro (1825-1830)
- Perang Aceh Perhatikan Gambar 4.22! Pohon Kohler di depan Masjid Baiturrahman Banda Aceh! Tahukah kalian mengapa pohon tersebut disebut pohon Kohler? Penamaan pohon Kohler ada hubungannya dengan perjuangan rakyat Aceh dalam menentang kolonialisme Belanda. Bagaimana kisahnya, uraian berikut ini akan membantumu menemukan jawaban.
- Perlawanan Sisingamangaraja, Sumatra Utara Perlawanan terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan oleh Sisingamangaraja XII. Perlawanan ini, yang dinamakan juga Perang Batak, berlangsung selama 29 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu, yang menjadi pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
- Perang Banjar Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjidillah yang tidak disukai rakyat.
- Perang Jagaraga di Bali Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan Kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang menyatakan bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali menjadi hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes raja Buleleng yang menyita 2 (dua) kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya. Persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap Kerajaan Buleleng pada tahun 1846. Belanda berhasil menguasai Kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah kalian mengerjakan aktivitas kelompok di atas, bagaimana penilaianmu terhadap praktik monopoli? Monopoli perdagangan seperti kasus di atas jelas merugikan rakyat. Kalian dapat membayangkan bagaimana perasaan para petani yang ingin menjual hasil pertanian secara bebas, tetapi dipaksa hanya menjual kepada VOC? Tentu daya tawar mereka sangat rendah.
Pada awal kedatangannya, bangsa-bangsa Barat diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia. Hubungan perdagangan tersebut kemudian berubah menjadi hubungan penguasaan atau penjajahan. VOC terus berusaha memperoleh kekuasaan yang lebih dari sekedar jual beli. Itulah yang memicu kekecewaan, kebencian, dan perlawanan fisik.
Pada awalnya, VOC meminta keistimewaan hak-hak dagang. Akan tetapi, dalam perkembangannya menjadi penguasaan pasar (monopoli). VOC menekan para raja untuk memberikan kebijakan perdagangan hanya dengan VOC. Akhirnya, VOC bukan hanya menguasai daerah perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau pemerintahan.
Kalian tentu sering mendengar istilah monopoli. Apakah yang disebut monopoli? Monopoli adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan. Bagaimanakah dampak monopoli? Bagi pelaku perusahaan, monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual. Sebagai contoh, pada saat melakukan monopoli rempah-rempah di Indonesia,VOC membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Isinya, setiap kerajaan hanya mengizinkan rakyat menjual hasil bumi kepada VOC. Karena produsen sudah dikuasai VOC, maka pada saat rempah-rempah dijual, harganya sangat turun. Sebaliknya, VOC menjualnya kembali ke Eropa dengan harga yang sangat tinggi.
Tentu kalian bertanya, mengapa kerajaan-kerajaan di Indonesia membiarkan VOC memonopoli perdagangan? Semua itu terjadi karena keterpaksaan. Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menandatangani kontrak monopoli dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal devide et impera. Siapa yang diadu domba? Adu domba yang dilakukan Belanda dapat terjadi terhadap kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain, atau antarpejabat kerajaan. Apa tujuan Belanda melakukan adu domba?
Belanda berharap akan terjadi permusuhan antarbangsa Indonesia, sehingga terjadi perang antarkerajaan. Belanda juga terlibat dalam konflik internal yang terjadi di kerajaan. Pada saat terjadi perang antarkerajaan, Belanda mendukung salah satu kerajaan yang berperang. Demikian halnya saat terjadi konflik di dalam kerajaan, Belanda akan mendukung salah satu pihak. Setelah pihak yang didukung Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa.
Seusai perang, Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Akibat monopoli, rakyat Indonesia sangat menderita. Mengapa demikian? Dengan adanya monopoli, rakyat tidak memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil bumi hanya kepada VOC. VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat Indonesia dengan harga yang sangat rendah. Padahal apabila rakyat menjual kepada pedagang lain, harganya bisa jauh lebih tinggi.
Untuk meluaskan kekuasaan, VOC mempersiapkan penguasaan dengan cara perang (militer). Beberapa gubernur jenderal, seperti Antonio van Diemon (1635- 1645, Johan Maatsuyeker (1653-1678), Rijklof van Goens (1678-1681), Cornellis Janzoon Speelman (1681-1684), merupakan tokoh-tokoh peletak dasar politik ekspansi VOC.
VOC mengalami kebangkrutan pada akhir abad XVIII. Korupsi dan manajemen perusahaan yang kurang baik menjadi penyebab utama kebangkrutan VOC. Akhirnya, tanggal 13 Desember 1799, VOC dibubarkan. Mulai tanggal 1 Januari 1800, Indonesia menjadi jajahan Pemerintah Belanda, atau sering disebut masa Pemerintahan Hindia Belanda. Mulai periode inilah Belanda secara resmi menjalankan pemerintahan kolonial dalam arti yang sebenarnya.
Suasana kerja paksa masa penjajahan Belanda. |
Pernahkah kalian mendengar istilah kerja rodi atau kerja paksa? Bagaimana rasanya apabila bekerja karena terpaksa? Tentu saja bekerja karena terpaksa hasilnya tidak sebaik pekerjaan yang dilakukan dengan sukarela. Melakukan pekerjaan karena dipaksa juga akan membuat seseorang menderita. Hal itulah yang dialami bangsa Indonesia pada masa penjajahan dahulu. Pemerintah Belanda menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia sehingga menerapkan kebijakan kerja paksa.
Mendengar istilah kerja paksa tentu kalian sudah dapat menebak bahwa rakyat Indonesia bekerja tanpa fasilitas yang memadai. Mereka tidak memperoleh penghasilan yang layak, tidak diperhatikan asupan makanannya, dan melakukan pekerjaan di luar batas-batas kemanusiaan. Bagaimana kerja paksa yang terjadi pada masa pemerintah Hindia Belanda? Kalian akan telusuri melalui kajian berikut ini!
Peta jalur Anyer-Panarukan.. |
Gubernur Jenderal Daendels, yang memerintah tahun 1808-1811, melakukan berbagai kebijakan seperti pembangunan militer, jalan raya, perbaikan pemerintahan, dan perbaikan ekonomi. Salah satu kebijakan yang terkenal dan buktinya dapat disaksikan hingga masa sekarang adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan (Jalan Raya Pos). Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) sangat penting bagi pemerintah kolonial. Jalan tersebut dibangun dengan tujuan utama untuk kepentingan militer pemerintah kolonial. Dalam perkembangannya, jalan tersebut menjadi sarana transportasi pemerintahan dan mengangkut berbagai hasil bumi. Hingga sekarang, manfaat jalan tersebut masih dapat dirasakan. Di balik besarnya proyek tersebut, perlu dipertanyakan bagaimana proses pembangunan jalan yang melewati gunung yang terjal dan medan yang sulit pada masa lalu? Siapakah yang menjalankan pembangunan?
Pembangunan jalan tersebut merupakan kebijakan pemerintah Republik Bataaf di bawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Mereka memandang penting pembangunan jalur Anyer-Panarukan. Selain untuk kepentingan pertahanan dan militer, jalur tersebut merupakan penghubung kota-kota penting di Pulau Jawa yang merupakan penghasil berbagai tanaman ekspor. Dengan dibangunnya jalan tersebut, proses distribusi barang dan jasa untuk kepentingan kolonial semakin cepat dan efisien.
Pembangunan jalur Anyer-Panarukan sebagian besar dilakukan oleh tenaga manusia. Puluhan ribu penduduk dikerahkan untuk membangun jalan tersebut. Rakyat Indonesia dipaksa Belanda untuk membangun jalan. Mereka tidak digaji dan tidak menerima makanan yang layak. Akibatnya, ribuan penduduk meninggal baik karena kelaparan maupun penyakit yang diderita. Pengerahan penduduk untuk mengerjakan berbagai proyek Belanda inilah yang disebut kerja rodi atau kerja paksa.
Kerja paksa pada masa pemerintah Belanda banyak ditemukan di berbagai tempat. Banyak penduduk yang dipaksa menjadi budak dan dipekerjakan di berbagai perusahaan tambang ataupun perkebunan. Kekejaman Belanda ini masih dapat kalian buktikan dalam berbagai kisah yang ditulis dalam buku-buku sejarah dan novel. Untuk lebih memperdalam pemahaman mengenai kegiatan kerja paksa pada masa penjajahan Belanda, kerjakan aktivitas kelompok berikut ini! Setelah mengerjakan aktivitas kelompok di atas, tentu kalian menemukan dan merasakan bagaimana penderitaan masyarakat pada masa penerapan Tanam Paksa.
Kebun Raya Bogor. |
Pada masa tersebut meletus perang di Eropa antara Prancis dan Belanda. Willem V dari negeri Belanda berhasil lolos dari serangan Prancis dan melarikan diri ke Inggris. Willem V kemudian mengeluarkan maklumat yang memerintahkan para pejabat jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris. Maklumat ini dimaksudkan agar jajahan Belanda tidak jatuh ke tangan Prancis.
Saat Inggris menguasai Indonesia, Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan Hindia Belanda menjadi empat gubernement, yakni Malaka, Sumatra, Jawa, dan Maluku. Lord Minto selanjutnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh wilayah itu kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Salah satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut. a. Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut. b Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah. c. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai. d. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala. Bagaimana pendapatmu tentang sistem sewa tanah? Walaupun lebih ringan dari sistem Tanam Paksa, sewa tanah tetap memberatkan rakyat. Sistem sewa tanah menggambarkan seakan-akan rakyat tidak memiliki tanah, padahal tanah tersebut adalah milik rakyat. Hasil sewa tanah juga tidak seluruhnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Hasil sewa tanah tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan penjajah.
Pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah adalah sebagai berikut. a. Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena tidak semua rakyat memiliki tanah yang sama. b. Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani. c. Keterbatasan jumlah pegawai. d. Masyarakat desa belum mengenal sistem uang. Sistem sewa tanah diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau Jawa, kecuali daerah-daerah Batavia dan Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang memberikan keuntungan besar kepada pemerintah.
Tanaman teh, (b) tanaman kopi, dan (c) tanaman kakao sebagai tanaman ekspor utama Belanda dari Indonesia pada masa penjajahan. |
Pada tahun 1830,Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Kebijakan ini diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830- 1831).
Ketentuan kebijakan tanam paksa yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda sangat memberatkan masyarakat Indonesia. Apalagi, pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin menambah penderitaan rakyat Indonesia. Banyak ketentuan yang dilanggar atau diselewengkan baik oleh pegawai Belanda maupun pribumi. Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut. a. Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat. b. Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan. c. Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai. d. Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak. Penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan Tanam Paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi. Pada tahun 1848-1850, karena paceklik, 9/10 penduduk Grobogan, Jawa Tengah mati kelaparan. Dari jumlah penduduk yang semula 89.000 orang, yang dapat bertahan hanya 9.000 orang. Penduduk Demak yang semula berjumlah 336.000 orang hanya tersisa sebanyak 120.000 orang. Data ini belum termasuk data penduduk di daerah lain, yang menunjukkan betapa mengerikannya masa penjajahan saat itu. Tentu saja, tingginya kematian tersebut bukan semata-mata disebabkan sistem Tanam Paksa.
Sistem ini membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik Tanam Paksa. Kecaman tidak hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga orang-orang Belanda. Mereka menuntut agar Tanam Paksa dihapuskan. Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil dengan dihapusnya sistem Tanam Paksa pada tahun 1870. Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut di antaranya Baron van Hoevel, E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli), dan L. Vitalis.
Pada tahun 1870, keluar Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanahtanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama 5 tahun, dan ada juga yang disewa sampai 30 tahun. Pada tahun yang sama juga (1870) keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan mengangkut tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru.
Melalui UU Gula, perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda di bidang perkebunan. Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Tanah jajahan di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa dan tempat penanaman modal asing, tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja yang murah.
Peta dunia. |
Peta Kerajaan Tidore dan Ternate di Maluku. |
Rakyat Maluku sadar bahwa Portugis hanya akan merusak perdamaian. Sultan Hairun berhasil menyatukan rakyat dan mengobarkan perlawanan pada tahun 1565. Portugis terus terdesak oleh gempuran tentara kerajaan yang didukung rakyat. Portugis menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun. Sultan Hairun adalah raja yang cinta damai sehingga menerima ajakan Portugis.
Pada tahun 1570, bertempat di Benteng Sao Paolo, terjadi perundingan antara Sultan dan Portugis. Pada awal perundingan semua berjalan seperti sebuah pertemuan pada umumnya, yaitu membicarakan suatu hal penting. Pada saat itu, Sultan Hairun tidak menaruh curiga sedikit pun. Ia merasa bahwa perdamaian jauh lebih baik. Namun, pada saat perundingan berlangsung tanpa disangka-sangka tiba-tiba Portugis menangkap Sultan Hairun dan pada saat itu juga membunuhnya.
Benteng Sao Paolo. |
Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa di Sulawesi Selatan. Suatu ketika, Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dan Bone (Arung Palaka) berselisih paham. Hal ini dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut. VOC memberikan dukungan, sehingga Bone menang saat perang dengan Gowa tahun 1666. Sultan Hassanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Perjanjian Bongaya adalah perjanjian antara Sultan Hasanuddin dan VOC. Isi dari perjanjian Bongaya sebagai berikut. a) Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar; b) Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar; c) Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar; d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone. Perjanjian Bongaya telah memangkas kekuasaan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi. Tinggal kerajaan-kerajaan kecil, yang sulit melakukan perlawanan terhadap VOC.
Peta Pusat VOC di Batavia dan pusat Kerajaan Mataram |
Perselisihan antara Mataram dan Belanda terjadi karena nafsu monopoli Belanda. Pada tanggal 8 November 1618, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen memerintahkan van der Marct menyerang Jepara. Kerugian Mataram sangat besar. Peristiwa tersebut memperuncing perselisihan antara Mataram dan Belanda.
Raja Mataram Sultan Agung segera mempersiapkan penyerangan terhadap kedudukan VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628. Pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Baurekso, yang tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628. Selanjutnya, menyusul pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul, dan kedua bersaudara yaitu Kiai Dipati Mandurejo dan Upa Santa.
Mengapa serangan pertama mengalami kegagalan? Hal ini terjadi selain karena kurangnya perbekalan, juga disebabkan Mataram kurang matang dalam memperhitungkan medan pertempuran. Faktor lain adalah persenjataan Belanda jauh lebih modern dibandingkan tentara Mataram.
Serangan pertama yang dilakukan oleh Mataram gagal sehingga terpaksa pasukan ditarik kembali ke Mataram tanggal 3 Desember 1628. Pada serangan tersebut, tidak kurang 1.000 prajurit Mataram gugur dalam medan pertempuran. Mataram segera mempersiapkan serangan kedua, dengan pimpinan Kyai Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purbaya. Persiapan dilakukan dengan lebih matang. Gudang-gudang dan lumbung persediaan makanan didirikan di berbagai tempat. Setelah semua persiapan selesai, pengepungan secara total terhadap Batavia pun dilakukan. Serangan dimulai pada tanggal 1 Agustus dan berakhir 1 Oktober 1629. Namun, serangan kedua ini pun gagal, karena faktor kelemahan yang sama seperti pada serangan pertama serta lumbung padi persediaan makanan banyak dihancurkan Belanda sehingga semakin memperlemah kekuatan Mataram.
Pada tahun 1799, terjadi peristiwa penting dalam sejarah kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia. VOC dinyatakan bangkrut hingga dibubarkan. Keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan seperti di Indonesia tidak dapat dilanjutkan lagi. Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Setelah dibubarkannya VOC, Indonesia berada langsung di bawah pemerintah Hindia Belanda.
Masjid Agung Aceh. |
Perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Abad XIX merupakan puncak perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah menentang Pemerintah Hindia Belanda. Kegigihan perlawanan rakyat Indonesia menyebabkan Belanda mengalami krisis keuangan untuk membiayai perang. Perlawanan di berbagai daerah tersebut belum berhasil membuahkan kemerdekaan. Semua perlawanan dipadamkan dan kerajaan-kerajaan di Indonesia semakin mengalami keruntuhan. Bagaimana proses perlawanan rakyat Indonesia abad XIX? Kalian akan menelusuri sebagian perlawanan tersebut melalui uraian di bawah ini.
Thomas Matulesi (Pattimura). |
Christina Martha Tiahahu. |
Benteng Fort de Kock. |
Minangkabau, Sumatra Barat merupakan salah satu pusat gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Gerakan pemurnian ajaran Islam dibawa oleh para haji yang pulang dari Mekah. Tokohnya adalah Haji Miskin, Haji Sunanik, dan Haji Piobang. Kelompok pembaharu Islam di Sumatra Barat ini disebut sebagai kaum Padri. Mereka terpengaruh oleh para pembaharu Islam di Timur Tengah, dan menggelorakan semangat kembali pada kebangkitan Islam.
Ide pembaharuan Kaum Paderi berbenturan dengan kelompok adat atau kaum penghulu. Belanda memanfaatkan perselisihan tersebut dengan mendukung kaum adat yang posisinya sudah terjepit.
Perlawanan kaum Padri dengan sasaran utama Belanda meletus tahun 1821. Kaum Padri dipimpin Tuanku Imam Bonjol (M Syahab), Tuanku nan Cerdik, Tuanku Tambusai, dan Tuanku nan Alahan. Perlawanan kaum Padri berhasil membuat Belanda terpojok. Sementara itu, Belanda menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830). Belanda sadar apabila pertempuran dilanjutkan, Belanda akan kalah. Belanda pun mengajak kaum Padri berdamai, yang diwujudkan di Bonjol tanggal 15 November 1825. Selanjutnya, Belanda berkonsentrasi ke Perang Diponegoro.
Belanda berhasil memadamkan perlawanan Diponegoro. Setelah itu, Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap kedudukan Padri. Kaum adat yang semula bermusuhan dengan kaum Padri akhirnya mendukung perjuangan Padri. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Padri. Belanda benarbenar menghadapi musuh yang tangguh.
Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut, Belanda akhirnya menang, yang ditandai dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Padri di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864. Berakhirnya Perang Padri membuat kekuasaan Belanda di Minangkabau semakin besar. Keadaan ini kemudian mendukung usaha Belanda untuk menguasai wilayah Sumatra yang lain.
Lukisan Raden Saleh tentang penangkapan Pangeran Diponegoro. |
Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda. Perlawanan Pangeran Diponegoro tidak lepas dari kegelisahan dan penderitaan rakyat akibat penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Campur tangan pemerintah Hindia Belanda dalam urusan Keraton Yogyakarta merupakan salah satu penyebab kegelisahan rakyat. Pajak-pajak yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda dan kebijakan ekonomi lainnya menjadi sumber penderitaan rakyat, yang ikut juga melatarbelakangi Perang Diponegoro.
Pangeran Diponegoro. |
Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.
Berbagai kegelisahan dan penderitaan yang lama berlangsung dipicu oleh berbagai peristiwa yang membuat rakyat marah. Sebagai contoh, saat membangun jalan baru pada bulan Mei 1825, Belanda dan Patih Danurejo memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok-patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan. Pada tanggal 20 Juli 1825, Tegalrejo yang menjadi basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.
Siasat Benteng Stelsel. |
Belanda berusaha membujuk para pejuang dengan memulangkan Hamengkubuwono II dari pengasingannya di Ambon. Namun, langkah ini gagal memadamkan perlawanan. Selanjutnya, Belanda menerapkan siasat Benteng- Stelsel. Dengan sistem ini, Belanda mampu memecah belah jumlah pasukan musuh. Belanda berhasil menangkap Kyai Maja dan Pangeran Mangkubumi. Belanda kemudian juga berhasil meyakinkan panglima Sentot Prawiryodirjo untuk membuat perjanjian perdamaian.
Pada bulan Maret 1830, Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makassar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak ada lagi perlawanan yang besar di Jawa.
Pohon Kohler di halaman Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. |
Semangat jihad (perang membela agama Islam) menggerakkan perlawanan rakyat Aceh. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Kohler meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.
Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgronje yang memakai nama samaran Abdul Gafar. Sebagai seorang ahli bahasa, sejarah, dan sosial Islam, ia dimintai masukan atau rekomendasi tentang cara-cara mengalahkan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hurgronje memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah. Jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dan kaum ulama. Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898, kedudukan Aceh semakin terdesak.
Cut Nyak Dien. |
Pahlawan perempuan Cut Meutia gugur pada tahun 1910. Perlawanan Aceh pun terus menyusut. Hingga tahun 1917, Belanda masih melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa perlawanan Aceh. Belanda mengumumkan berakhirnya Perang Aceh pada tahun 1904. Namun demikian, perlawanan seporadis rakyat Aceh masing berlangsung hingga tahun 1930an.
Untuk menghadapi Perang Batak, Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
Sisingamangaraja. |
Perlawanan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom ditangkap Belanda. Pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Pada tahun 1862, Pangeran Hidayat menyerah, dan berakhirlah perlawanan Banjar di Pulau Kalimantan. Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1905.
Pangeran Antasari. |
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, yaitu Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda pada tahun 1906. seluruh kerajaan di Bali pun jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan perang puputan jagaraga.
Sumber: Buku Paket IPS Kelas VIII, Cetakan Ke-2, 2017 (Edisi Revisi) halaman 204- 230