Halaman

Selasa, 24 Desember 2024

Sistem Politik Pada Masa Demokrasi Parlementer

Periode Demokrasi Parlementer di Indonesia berlangsung dari tahun 1949 hingga 1959, ditandai dengan sistem pemerintahan yang berbasis pada parlementer, di mana kekuasaan eksekutif berada di bawah kontrol legislatif. Masa ini memiliki ciri utama berupa instabilitas politik dan seringnya pergantian kabinet. Berikut adalah uraian lengkap perkembangannya:
  1. Latar Belakang Demokrasi Parlementer
    1. Dimulai setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
    2. Pada 17 Agustus 1950, RIS diubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Konstitusi Sementara 1950, yang menetapkan sistem pemerintahan parlementer.
  2. Ciri Utama Demokrasi Parlementer
    1. Dominasi Partai Politik:
    2. Sistem multipartai membuat partai-partai politik memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.
    3. Kabinet Bertanggung Jawab kepada DPR:
    4. Perdana Menteri memimpin kabinet, dan pemerintah dapat dijatuhkan melalui mosi tidak percaya di parlemen.
    5. Pergantian Kabinet yang Sering:
    6. Dalam kurun waktu 9 tahun, terdapat 7 kabinet yang silih berganti.
  3. Perkembangan Politik
    1. Kabinet dan Pemerintahan
      1. Kabinet Natsir (1950-1951)
        • Dipimpin oleh Mohammad Natsir dari Masyumi.
        • Fokus pada integrasi wilayah, tetapi jatuh karena tidak mendapatkan dukungan luas dari parlemen.
      2. Kabinet Sukiman (1951-1952)
        • Dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo.
        • Program ekonomi dan pertahanan, namun jatuh akibat perjanjian militer yang kontroversial dengan Amerika Serikat.
      3. Kabinet Wilopo (1952-1953)
        • Fokus pada reformasi agraria dan pembangunan ekonomi.
        • Jatuh akibat peristiwa Tanjung Morawa (konflik tanah antara petani dan perusahaan perkebunan).
      4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955)
        • Berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.
        • Jatuh akibat konflik internal partai dan masalah stabilitas politik.
      5. Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956)
        • Fokus pada pemilu pertama tahun 1955.
        • Pemilu berhasil dilaksanakan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante.
      6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957)
        • Ditandai dengan meningkatnya konflik daerah dan separatisme (PRRI/Permesta).
      7. Kabinet Djuanda (1957-1959)
        • Kabinet karya, mengutamakan teknokrasi.
        • Berusaha mengatasi konflik separatis, nasionalisasi aset asing, dan pembangunan ekonomi.
    2. Pemilu 1955
      1. Pemilu pertama di Indonesia untuk memilih anggota DPR dan Konstituante.
      2. Partai politik besar: PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
      3. Pemilu berlangsung demokratis tetapi tidak menyelesaikan konflik politik.
    3. Konstituante dan Masalah Konstitusi
      1. Konstituante bertugas menyusun konstitusi baru, namun gagal mencapai kesepakatan, terutama terkait dasar negara (Pancasila vs. Islam).
      2. Kegagalan ini menciptakan krisis politik yang mendorong Presiden Soekarno mengambil alih kendali.
  4. Akhir Demokrasi Parlementer
  5. Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945. Hal ini menandai berakhirnya Demokrasi Parlementer dan dimulainya era Demokrasi Terpimpin, di mana kekuasaan lebih terpusat pada Presiden.
  6. Dampak Masa Demokrasi Parlementer
    1. Positif
      1. Pelaksanaan Pemilu 1955 yang menjadi tonggak demokrasi di Indonesia.
      2. Kemajuan diplomasi internasional, seperti Konferensi Asia-Afrika.
      3. Pembangunan ekonomi dan nasionalisasi beberapa aset asing.
    2. Negatif
      1. Instabilitas politik akibat seringnya pergantian kabinet.
      2. Konflik ideologi antara kelompok nasionalis, agama, dan komunis.
      3. Munculnya gerakan separatisme di berbagai daerah.
Kesimpulan
Masa Demokrasi Parlementer merupakan periode penting dalam sejarah politik Indonesia yang menampilkan dinamika politik multipartai. Meski demokratis, periode ini diwarnai oleh ketidakstabilan politik dan konflik internal yang akhirnya mendorong perubahan sistem pemerintahan ke arah yang lebih otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin.