- Latar Belakang
- Agresi Militer Belanda II (Desember 1948): Belanda melancarkan serangan ke Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia, dan menawan sejumlah pemimpin Indonesia, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
- Tekanan Internasional:Belanda mendapat tekanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya melalui Dewan Keamanan, yang mendesak agar Belanda menghentikan tindakan militernya dan kembali ke meja perundingan.
- Peran Komisi Tiga Negara (KTN):KTN (Amerika Serikat, Australia, dan Belgia) menjadi mediator antara kedua pihak untuk menyelesaikan konflik.
- Proses Perundingan Perundingan dimulai pada 14 April 1949 dengan Mohammad Roem memimpin delegasi Indonesia, sementara Herman van Royen memimpin delegasi Belanda. KTN berperan sebagai penengah dalam perundingan ini.
- Isi Kesepakatan Roem-Royen Pada 7 Mei 1949, kedua pihak mencapai kesepakatan yang mencakup poin-poin berikut:
- Pihak Indonesia (Delegasi Roem):
- Akan memerintahkan penghentian perang gerilya.
- Akan bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan ketertiban.
- Akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
- Pihak Belanda (Delegasi Royen):
- Akan menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan.
- Akan menyerahkan Yogyakarta kepada pemerintah Republik Indonesia.
- Akan menjamin kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
- PBB dan KTN:
- Akan mengawasi pelaksanaan kesepakatan ini untuk memastikan kedua belah pihak mematuhinya.
- Hasil dan Dampak
- Pengembalian Yogyakarta: Pada 29 Juni 1949, Yogyakarta diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia.
- Persiapan KMB: Perundingan Roem-Royen menjadi langkah awal menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
- Meningkatkan Posisi Indonesia di Mata Dunia: Kesepakatan ini menunjukkan kemampuan Indonesia untuk menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi.
- Kritik dan Kontroversi
- Beberapa pihak, khususnya kelompok pejuang gerilya, mengkritik keputusan menghentikan perang gerilya karena dianggap melemahkan posisi Indonesia.
- Namun, langkah ini dianggap perlu untuk menunjukkan komitmen Indonesia terhadap penyelesaian konflik secara damai.
Perundingan Roem-Royen menjadi tonggak penting dalam sejarah perjuangan diplomasi Indonesia, menegaskan pentingnya dialog dan negosiasi dalam mencapai kemerdekaan secara penuh.