Halaman

Senin, 23 Desember 2024

Perundingan Roem-Royen

Perundingan Roem-Royen adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan diplomasi Indonesia. Perundingan ini diadakan pada 14 April hingga 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta, sebagai bagian dari upaya menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Belanda pasca Agresi Militer Belanda II. Nama perundingan ini diambil dari dua pemimpin delegasi: Mohammad Roem (Indonesia) dan Herman van Royen (Belanda).
  1. Latar Belakang
    1. Agresi Militer Belanda II (Desember 1948): Belanda melancarkan serangan ke Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia, dan menawan sejumlah pemimpin Indonesia, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
    2. Tekanan Internasional:Belanda mendapat tekanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya melalui Dewan Keamanan, yang mendesak agar Belanda menghentikan tindakan militernya dan kembali ke meja perundingan.
    3. Peran Komisi Tiga Negara (KTN):KTN (Amerika Serikat, Australia, dan Belgia) menjadi mediator antara kedua pihak untuk menyelesaikan konflik.
  2. Proses Perundingan
  3. Perundingan dimulai pada 14 April 1949 dengan Mohammad Roem memimpin delegasi Indonesia, sementara Herman van Royen memimpin delegasi Belanda. KTN berperan sebagai penengah dalam perundingan ini.
  4. Isi Kesepakatan Roem-Royen
  5. Pada 7 Mei 1949, kedua pihak mencapai kesepakatan yang mencakup poin-poin berikut:
    1. Pihak Indonesia (Delegasi Roem):
      • Akan memerintahkan penghentian perang gerilya.
      • Akan bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan ketertiban.
      • Akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
    2. Pihak Belanda (Delegasi Royen):
      • Akan menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan.
      • Akan menyerahkan Yogyakarta kepada pemerintah Republik Indonesia.
      • Akan menjamin kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
    3. PBB dan KTN:
      • Akan mengawasi pelaksanaan kesepakatan ini untuk memastikan kedua belah pihak mematuhinya.
  6. Hasil dan Dampak
    1. Pengembalian Yogyakarta: Pada 29 Juni 1949, Yogyakarta diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia.
    2. Persiapan KMB: Perundingan Roem-Royen menjadi langkah awal menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
    3. Meningkatkan Posisi Indonesia di Mata Dunia: Kesepakatan ini menunjukkan kemampuan Indonesia untuk menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi.
  7. Kritik dan Kontroversi
    1. Beberapa pihak, khususnya kelompok pejuang gerilya, mengkritik keputusan menghentikan perang gerilya karena dianggap melemahkan posisi Indonesia.
    2. Namun, langkah ini dianggap perlu untuk menunjukkan komitmen Indonesia terhadap penyelesaian konflik secara damai.
Kesimpulan
Perundingan Roem-Royen menjadi tonggak penting dalam sejarah perjuangan diplomasi Indonesia, menegaskan pentingnya dialog dan negosiasi dalam mencapai kemerdekaan secara penuh.