Halaman

Senin, 23 Desember 2024

Perundingan Renvile

Perundingan Renville adalah perundingan antara Republik Indonesia dan Belanda yang berlangsung di atas kapal perang Amerika Serikat, USS Renville, yang berlabuh di Teluk Jakarta pada 8 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948. Perundingan ini diadakan untuk menyelesaikan konflik antara kedua pihak setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I yang dimulai pada 21 Juli 1947.
  1. Latar Belakang Perundingan Renville
    1. Agresi Militer Belanda I: Belanda melancarkan serangan militer untuk merebut wilayah-wilayah strategis yang sebelumnya dikuasai oleh Republik Indonesia.
    2. Tekanan Internasional: Setelah agresi, tekanan dari dunia internasional, terutama dari PBB dan negara-negara seperti Amerika Serikat, mendorong kedua pihak untuk mencari solusi damai.
    3. Komite Jasa Baik: Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari:
      • Australia (mewakili Indonesia)
      • Belgia (mewakili Belanda)
      • Amerika Serikat (sebagai pihak netral) KTN menjadi fasilitator dalam perundingan ini.
  2. Proses Perundingan
  3. Perundingan berlangsung dengan suasana yang tegang karena perbedaan pandangan antara kedua pihak:
    1. Indonesia ingin mempertahankan wilayah berdasarkan hasil Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
    2. Belanda ingin mendirikan Negara Indonesia Serikat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda.
    3. Perundingan melibatkan berbagai pembahasan, termasuk soal pengakuan wilayah, gencatan senjata, dan status politik Indonesia.
  4. Hasil Perundingan Renville
    1. Pengakuan Garis Van Mook :Belanda hanya mengakui wilayah kekuasaan Republik Indonesia di Jawa, Sumatra, dan Madura, dengan wilayahnya yang jauh lebih kecil daripada wilayah sebelumnya. Garis demarkasi yang disepakati dikenal sebagai "Garis Van Mook."
    2. Gencatan Senjata : Kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
    3. Pengakuan De Facto Wilayah :Wilayah Republik Indonesia diakui secara de facto hanya di sebagian Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra.
  5. Dampak Perundingan Renville
    1. Kerugian Bagi Republik Indonesia :
      • Wilayah kekuasaan Republik Indonesia menjadi lebih sempit.
      • Pasukan TNI di wilayah yang berada di luar garis demarkasi harus hijrah ke wilayah Republik Indonesia.
      • Muncul rasa tidak puas di kalangan masyarakat dan militer terhadap hasil perundingan.
    2. Keuntungan bagi Belanda : Belanda berhasil mendapatkan legitimasi internasional untuk menduduki wilayah strategis.
  6. Ketegangan Politik : Terjadi krisis politik di Indonesia, yang memuncak pada jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin pada Januari 1948 karena dianggap gagal dalam perundingan.
  7. Persiapan Agresi Militer Belanda II :Belanda tetap tidak puas dengan hasil perundingan dan akhirnya melancarkan Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.
Kesimpulan
Perundingan Renville menunjukkan upaya diplomasi Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Namun, hasilnya lebih menguntungkan Belanda dan menimbulkan dampak negatif bagi Republik Indonesia, baik secara teritorial maupun politik. Perundingan ini menjadi salah satu episode penting dalam sejarah perjuangan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan.