- Latar Belakang
- Gagalnya Perundingan Renville: Perundingan Renville yang berlangsung pada awal 1948 tidak membuahkan hasil memuaskan bagi kedua pihak. Belanda tidak menghormati kesepakatan tersebut, seperti tetap mempertahankan pendudukan wilayah-wilayah strategis. Ketegangan semakin meningkat ketika Belanda merasa tidak puas dengan keberadaan Republik Indonesia.
- Ambisi Belanda Memulihkan Kekuasaan Kolonial: Belanda berupaya mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia dianggap tidak mampu menjaga keamanan di wilayahnya.
- Persiapan Serangan: Belanda memanfaatkan situasi internasional dan isu internal di Indonesia, seperti konflik antara kelompok politik, untuk melancarkan serangan militer kedua.
- Peristiwa Agresi Militer Belanda II
- Penyerangan Yogyakarta: Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan besar-besaran yang diawali dengan serangan udara di Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia. Pasukan Belanda dengan cepat menduduki Yogyakarta.
- Penangkapan Tokoh Nasional: Dalam agresi ini, sejumlah tokoh penting Republik Indonesia ditangkap oleh Belanda, termasuk;
- Presiden Soekarno
- Wakil Presiden Mohammad Hatta
- Menteri Luar Negeri Sjahrir
- Pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI): Sebagai langkah tanggap darurat, Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. PDRI memainkan peran penting dalam menjaga keberlangsungan pemerintahan Indonesia.
- Perlawanan Gerilya: TNI dan rakyat Indonesia melancarkan perang gerilya yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Jenderal Sudirman. Strategi ini sangat efektif untuk melemahkan posisi Belanda di daerah-daerah pendudukan.
- Reaksi Internasional
- Kecaman Dunia: Agresi Belanda memicu kecaman dari berbagai negara, terutama India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat. Dunia internasional menilai tindakan Belanda bertentangan dengan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
- Peran Dewan Keamanan PBB: Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda untuk menghentikan agresi dan kembali ke meja perundingan. Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas Australia, Belgia, dan Amerika Serikat, memainkan peran sebagai mediator.
- Akhir dari Agresi Militer Belanda II
- Tekanan Diplomatik: Tekanan diplomatik yang kuat dari dunia internasional memaksa Belanda untuk menghentikan serangan militernya.
- Konferensi Meja Bundar (KMB): Pada tahun 1949, hasil dari tekanan ini adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.
- Dampak Agresi Militer Belanda II
- Kerugian Materi dan Non-Materi: Banyak korban jiwa dari pihak sipil dan militer. Kehancuran infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia.
- Konsolidasi Nasional: Agresi ini justru memperkuat semangat nasionalisme dan persatuan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
- Pengakuan Kedaulatan: Peristiwa ini mempercepat pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia melalui KMB.
Agresi Militer Belanda II menjadi bukti penting bagaimana perjuangan kemerdekaan Indonesia menghadapi tantangan besar dan berhasil mempertahankan kedaulatannya melalui strategi militer, diplomasi, dan perlawanan rakyat.